Startup di Indonesia Dilanda Badai PHK, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Foto: Ilustrasi karyawan terkena PHK (Sumber: freepik.com)

Masih ingatkah kalian di akhir bulan September kemarin Indonesia dihebohkan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh salah satu e-commerce terbesar di Indonesia yaitu Shopee? Tindakan PHK ini disusul beberapa startup lainnya yang melakukan hal serupa selama periode tujuh bulan sebelumnya. 

Bagi sebagian besar mahasiswa yang belajar di jurusan yang berhubungan dengan teknologi dan informasi, bekerja di sebuah startup merupakan suatu impian. Startup-startup di Indonesia banyak menawarkan kisaran gaji sebesar 13-45 juta. Angka yang cukup fantastis bukan? untuk membuat seseorang sangat ingin berada di posisi tersebut di startup. Namun, terjun  ke dunia bisnis startup tidaklah selalu indah bagaikan “utopia”. Salah satu masalah yang dapat timbul adalah PHK yang dilakukan oleh startup itu sendiri. Di Indonesia sendiri pada tahun 2022, dikabarkan total ada sepuluh startup yang melakukan PHK terhadap karyawan mereka.  

Startup terbaru yang mengumumkan bahwa mereka melakukan PHK adalah Shopee dan Tokocrypto. Shopee merupakan e-commerce asal Singapura yang juga beroperasi di Indonesia. Shopee melakukan PHK terhadap 3% dari total karyawan mereka di Indonesia atau kurang lebih 200 pekerja. Mereka beralasan bahwa PHK ini dengan tujuan sebagai langkah efisiensi. Sedangkan, Tokocrypto yang merupakan platform perdagangan aset crypto juga mengurangi jumlah pekerja mereka sekitar 20% dari total 225 karyawannya. 

Sebelum kedua startup tersebut, sederetan startup lain yang lebih dulu mengumumkan telah melakukan PHK terhadap karyawannya adalah JD.ID, Mamikos, Mobile Premier League, Lummo, TaniHub, LinkAja, Pahamify, dan Zenius. 

Penjelasan Pihak Startup Mengenai PHK

Head of Public Affairs Shopee Indonesia, Radynal Nataprawira, seperti yang dikutip dari Kompas.com mengatakan, keputusan melakukan PHK karyawan merupakan langkah terakhir yang harus ditempuh perusahaan setelah menyesuaikan beberapa perubahan kebijakan bisnis. Sementara itu, Vice President Corporate Communications Tokocrypto, Rieka Handayani, yang dikutip dari cnbcindonesia.com, mengatakan bahwa keputusan PHK adalah hasil analisis dan prediksi yang dilakukan manajemen. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kondisi pada pasar crypto dan ekonomi global yang berkepanjangan.

Manajemen Zenius sendiri juga sudah mengeluarkan statement bahwa perusahaan terpaksa melakukan PHK karena kondisi makro ekonomi mereka sedang berada di fase terburuk dalam dekade terakhir. “Mengenai pengurangan karyawan, saat ini kita sedang mengalami kondisi makro ekonomi terburuk dalam beberapa dekade terakhir,” ujar manajemen dikutip dari keterangannya kepada Kompas.com.

“Untuk beradaptasi dengan dinamisnya kondisi makro ekonomi yang memengaruhi industri, Zenius perlu melakukan konsolidasi dan sinergi proses bisnis untuk memastikan keberlanjutan. Setelah melalui evaluasi dan review peninjauan ulang komprehensif, Zenius mengumumkan bahwa lebih dari 200 dari karyawan harus meninggalkan Zenius,” sambungnya.

Selain itu, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) alias LinkAja mengatakan pengurangan tenaga kerja terjadi dengan alasan ingin reorganisasi SDM. “Sebagai sebuah perusahaan startup yang berkembang pesat, LinkAja diharapkan terus bisa agile dan adaptif dalam melakukan penyesuaian bisnis untuk memastikan pertumbuhan perusahaan yang sehat, positif, dan optimal. Menjawab tantangan ini memang akan ada beberapa perubahan signifikan yang akan dilakukan LinkAja, terutama berkaitan dengan fokus dan tujuan bisnis perusahaan, salah satunya adalah dengan reorganisasi SDM,” ujar Reka kepada Kompas.com, Rabu (25/5/2022).

Alasan Badai PHK Startup Terjadi

Co-Founder dan CEO eFishery, Gibran Huzaifah, memiliki pendapat lain mengenai fenomena badai PHK yang menimpa startup di Indonesia bahkan dunia. Melalui akun Twitternya, Gibran berpendapat bahwa terjadinya PHK massal karena beberapa faktor. 

Layoffs ini kan hasil dari bisnis yang enggak sustainable, soalnya jorjoran bakar duit. Yes, memang founder sama VC (Venture Capital) yang drive ini dengan agresif. Yes, di banyak case, model bisnisnya kacau,” tulis Gibran dalam Twitternya, dikutip Kamis (22/9/2022).

Bakar duit dengan memberikan promo memang sebuah cara instan untuk mendapatkan konsumen dan konsumen lebih memilih produk yang terdapat promo daripada melihat dari kualitasnya. Namun di satu sisi, bakar duit ini juga sangat membebani startup dan lama kelamaan harga yang harus dibayar untuk membuat startup tetap bersaing dan mempertahankan konsumen akan melonjak tinggi. Jika manajemen startup sudah beralih fokus ke profit dan secara otomatis mengurangi promo atau biaya pemasaran, mereka akan kalah bersaing dengan kompetitor yang lebih jorjoran berbekal modal besar dari investor.

Pada akhirnya, seribu satu cara diambil untuk tetap menjaga keberlangsungan perusahaan serta menjaga konsumen tetap ada dan salah satunya adalah jalur PHK. Sebagai pekerja di bidang IT kita harus mampu mengantisipasi perubahan drastis seperti terjadinya PHK ini dan terus berjalan maju ke depan beradaptasi kembali. (YA)

Sumber referensi:

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220927063905-37-375161/tsunami-phk-hantam-raksasa-ri-3-perusahaan-dalam-seminggu

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220922141241-37-374187/founder-ungkap-alasan-badai-phk-startup-fenomena-bakar-duit

https://money.kompas.com/read/2022/09/20/090500226/kala-gelombang-phk-startup-digital-masih-berlanjut-?page=all

https://news.detik.com/x/detail/spotlight/20220928/Badai-PHK-Startup-di-Indonesia/