X sebagai Logo dan Branding Baru Twitter

 (Foto: Twitter @elonmusk)

Pengguna Twitter akan segera menghadapi penyesuaian dengan adanya perubahan logo media sosial tersebut dari burung biru menjadi huruf X. Selain itu, tombol yang sebelumnya berlatar belakang biru juga akan berubah menjadi hitam.

Elon Musk sebelumnya telah memberi isyarat tentang perubahan logo ini ketika ia mengakuisisi Twitter pada April 2022 dengan nilai akuisisi mencapai 44 miliar dolar AS. Meskipun Musk tidak memberikan komentar secara rinci tentang bentuk logo baru, ia memposting sebuah GIF yang disediakan oleh pengguna Twitter bernama Sawyer Merritt. Sawyer Merritt menyatakan bahwa GIF tersebut akan digunakan untuk podcastnya yang telah dihentikan.

Mengapa Logo X?

Penggunaan huruf “X” dalam logo baru ini mencerminkan keterkaitan dengan banyak terobosan yang telah dibuat dan dijalankan oleh Musk selama dua dekade terakhir. Sebagai contoh, “X” merupakan bagian dari nama asli Paypal, juga ada dalam SpaceX, perusahaan antariksa miliknya, serta Tesla SUV. Musk bahkan sebelumnya ingin mengubah nama Twitter menjadi “X, aplikasi segalanya.”

Apa Tujuan dari Rebranding Twitter?

Linda Yaccarino, seorang eksekutif senior di Twitter dalam akun Twitter pribadinya menyatakan bahwa perubahan logo yang dilakukan oleh Musk adalah bagian dari upaya rebranding dan bertujuan untuk lebih memperluas kesadaran pengguna terhadap peran utama platform microblogging. Yaccarino juga menambahkan bahwa perubahan ini akan menjadi awal dari penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) oleh Twitter untuk melakukan pemasaran barang, layanan, dan peluang secara lebih efektif. “X adalah keadaan masa depan dari interaktivitas tanpa batas – berpusat pada audio, video, perpesanan, pembayaran/perbankan – menciptakan pasar global untuk ide, barang, layanan, dan peluang,” tulisnya dalam sebuah twit-nya.

Berawal dari keyakinan akan potensi kecerdasan buatan (AI), X hadir sebagai inovasi yang bertujuan menghubungkan seluruh manusia dengan cara yang belum terbayangkan sebelumnya. Perkembangannya tidaklah instan karena ragam fitur canggihnya telah dirintis selama delapan bulan terakhir dan perkembangan tersebut akan terus berlanjut tanpa batas. Linda, yang merupakan juru bicara proyek X, menyatakan bahwa walaupun fitur-fitur canggih sudah diperkenalkan dalam beberapa bulan terakhir, ini hanya permulaan dari potensi yang lebih besar. Transformasi X tidak terbatas dan proyek ini bertujuan menjadi platform serba bisa yang dapat memberikan berbagai manfaat yang luar biasa bagi manusia dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kehadiran X, masa depan tampak cerah dengan potensi teknologi yang akan menghubungkan dan memberdayakan dunia dengan cara yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Dampak Rebranding Twitter

Keputusan Elon Musk untuk mengubah logo Twitter menjadi huruf X telah menimbulkan berbagai dampak yang beragam, baik positif maupun negatif. Perubahan logo dari burung biru menjadi huruf X, serta rebranding Twitter secara keseluruhan, telah memicu reaksi beragam di kalangan pengguna. Beberapa pengguna lama merasa kesulitan menerima perubahan ini karena nama-nama dan jargon-jargon yang sudah melekat kuat dalam pengalaman mereka di platform tersebut. Beberapa di antaranya merasa terkejut dan kecewa dengan perubahan ini, bahkan ada yang secara terbuka mengolok-olok logo baru tersebut di platform Twitter. Beberapa pengguna juga menyatakan niat untuk meninggalkan Twitter sebagai bentuk protes terhadap kebijakan perubahan yang dilakukan oleh Elon Musk. Namun, ada juga sejumlah pengguna yang menantikan inovasi dari Musk dan berencana untuk tetap setia pada platform yang telah di-branding ulang menjadi “X”.

Potensi tuntutan dari perusahaan lain, penggunaan huruf X sebagai logo baru Twitter menimbulkan potensi masalah hukum terkait dengan merek dagang. Beberapa perusahaan lain, seperti Meta dan Microsoft, telah memiliki merek dagang yang melibatkan huruf X untuk produk dan layanan mereka. Hal ini dapat menyebabkan potensi tuntutan hukum dari perusahaan-perusahaan tersebut terhadap Twitter atas dugaan pelanggaran hak kekayaan intelektual mereka. Pengacara merek dagang berpendapat bahwa penggunaan huruf X oleh Twitter mungkin tidak memiliki keunikan yang cukup untuk mendapatkan perlindungan hukum. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan atau tindakan hukum yang diambil oleh perusahaan lain terkait masalah ini.

Dalam keseluruhan, perubahan logo dan rebranding Twitter menjadi huruf X telah menciptakan dampak yang signifikan, baik dalam merespon reaksi beragam pengguna maupun potensi masalah hukum terkait hak kekayaan intelektual. Masih harus dilihat bagaimana perubahan ini akan berkembang dan apakah Twitter akan dapat mengatasi tantangan yang muncul dari keputusan ini.

Penulis : Aryasatya Widyatna

Editor : Yudhistira Azhar Haryono Putra, Melatie Raghyl Putri

Sumber Referensi :

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230724075958-206-976858/rebranding-twitter-ceo-jelaskan-apa-itu-x-dan-fitur-fiturnya

https://disway.id/read/715436/memahami-rebranding-twitter-ganti-logo-dan-nama-menjadi-x/30

https://glints.com/id/lowongan/rebranding-twitter/

https://tangerangdaily.id/berita/rebranding-twitter-dalam-logo-baru-x/

https://twitter.com/lindayacc/status/1683213997183574017?s=20

Threads: Aplikasi Berbasis Teks Besutan Instagram

(sumber: https://www.cnnindonesia.com/)

Mark Zuckerberg telah menghebohkan pengguna Instagram dengan meluncurkan aplikasi Threads pada tanggal 5 Juli 2023 lalu. Threads adalah aplikasi berbasis teks yang dibuat oleh tim Instagram. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk berbagi posting-an dan balasan dengan menyertakan teks, video, foto, atau link tautan. Di Threads, kita dapat mengatur siapa saja yang dapat melihat posting-an kita. Siapa pun yang memiliki akun Instagram dapat membuat profil Threads. Namun jika pengguna tidak memiliki akun instagram, maka mereka juga tidak dapat menggunakan aplikasi ini.

Perbedaan Threads dengan Instagram

Jika kita lihat dari tampilannya, Threads memiliki tampilan yang sangat berbeda dengan Instagram. Threads lebih mengarah ke posting-an yang berisi tulisan dengan sedikit video, sedangkan Instagram lebih mengarah ke visual (setiap posting-an memiliki foto maupun video). Selain itu, profil di Threads sangat bergantung pada profil yang kita miliki di Instagram. Ketika ingin mengedit profil di Threads, kita harus mengedit profil di Instagram. Karena jika kita sudah mengubah profil Instagram, maka secara otomatis profil Threads akan ter-update juga. 

Threads mirip dengan Twitter?

Jika kita lihat dari segi tampilan, tampilan beberapa halaman di Threads memang mirip dengan Twitter. Hal ini memicu perselisihan antara Mark Zuckerberg dengan Elon Musk. Elon Musk menuduh Mark Zuckerberg meniru desain dari Twitter dan menyebut bahwa beberapa mantan karyawan Twitter dipanggil oleh Zuckerberg untuk membentuk aplikasi media sosial Threads. Elon Musk tidak menerima fakta bahwa mantan karyawan tersebut memiliki informasi bisnis rahasia dari Twitter. Menjawab tuduhan ini, Andy Stone membantah adanya mantan karyawan Twitter di Facebook. Andy Stone membantah jika Facebook memanfaatkan keuntungan dari mundurnya karyawan Twitter dan membuat aplikasi media sosial Threads. Jika dilihat secara spesifik Threads dan Twitter sangat berbeda, sistem yang digunakan Threads pun juga berbeda.

(sumber: https://about.instagram.com/)

Threads to Fediverse

Untuk kedepannya Threads akan dikembangkan lagi agar menjadi bagian dari Fediverse. Fediverse adalah kumpulan dari ribuan server media sosial independen yang saling berkomunikasi dengan lancar. Hal ini berarti jutaan pengguna di server ini dapat berinteraksi satu sama lain seolah-olah mereka berada di satu jejaring sosial. Rencananya Threads akan menggunakan protokol yang disebut ActivityPub untuk berkomunikasi dengan server lain yang mendukung protokol ini. Fediversi memungkinkan pengguna untuk saling berkomunikasi dengan orang-orang di platform Fediverse lain yang tidak dimiliki atau dikendalikan oleh META.

Penulis: Melatie Raghyl Putri

Editor: I Kadek Wahyu Dwi Pranatasana, Ellion Blessan

Referensi:

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.instagram.barcelona&hl=en_US

https://help.instagram.com/788669719351544

https://help.instagram.com/179980294969821

https://about.instagram.com/blog/announcements/threads-instagram-text-feature

https://fedi.tips/what-is-mastodon-what-is-the-fediverse/https://fedi.tips/what-is-mastodon-what-is-the-fediverse/

https://www.orbitindonesia.com/hiburan/5449397998/elon-musk-ingin-tuntut-mark-zuckerberg-ketika-luncurkan-aplikasi-media-sosial-threads-yang-saingi-twitter?page=2

Data WNI Kembali Bocor, Bukti Negara Open Source?

Foto: Ilustrasi Papor Warga Negara Indonesia (Sumber: visafoto.com)

Negara Indonesia kembali dihebohkan dengan kabar bocornya data paspor Warga Negara Indonesia (WNI). Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 34 juta data paspor WNI kini dijual di dark web seharga USD 10.000 atau sekitar 150 juta rupiah. Pelaku dibalik kebocoran data ini adalah Björka yang pada tahun 2022 sempat menggemparkan Indonesia dengan meretas dokumen milik Presiden Joko Widodo, termasuk membobol data pribadi para pejabat, menteri dan ketua DPR. 

Adapun rincian data paspor yang bocor antara lain nama pemilik paspor, nomor paspor, tanggal berlaku paspor, jenis kelamin, hingga tanggal terbit paspor. “34 juta data paspor Indonesia bocor dan dijual di dark web. Harga cuma $10k. Data termasuk nomor paspor, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, email, foto wajah dan tanda tangan,” tulis pengamat keamanan siber Teguh Aprianto di Twitter pada Rabu (5/7)

Foto: Tangkapan Layar dari Blog yang Diduga Milik Bjorka

Teguh sebagai orang pertama yang menginformasikan kebocoran data paspor itu menjelaskan, ukuran file versi compressed dan uncompressed yang dibobol oleh Björka, masing-masing sebesar 4GB dengan total file sebanyak 34.900.867. 

Apakah Data yang Bocor Valid?

Menurut Vaksincom, sebuah perusahaan keamanan siber meyakini bahwa data yang dibocorkan oleh Björka di blognya merupakan data yang valid. Hal ini dikarekanan data tersebut memiliki dua nomor paspor dan NIKIM yang hanya dipegang oleh pemilik dan otoritas. “Kalau [pemerintah] menyangkal ini ibarat muka sudah bengap berdarah bilang ‘aku nggak apa-apa dipukul orang’. Percuma,” kata Alfons Tanujaya, pakar keamanan siber dari Vaksincom kepada BBC News Indonesia, Kamis (6/7). Validasi data paspor ini diperkuat pengakuan pakar dari lembaga riset keamanan siber dan komunikasi CISSReC, Pratama Persadha. Namanya berada di salah satu baris data file yang dibagikan Bjorka. “Sudah biasa juga, tapi kesal juga,” kata Pratama. BBC Indonesia juga melihat namanya berada dalam barisan data yang dibocorkan Bjorka.

Tanggapan Kementerian Kominfo

Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku sudah menelusuri dugaan kebocoran data paspor ini. “Tim masih bekerja dan sejauh ini belum dapat menyimpulkan telah terjadi kebocoran data pribadi dalam jumlah yang masif seperti yang diduga. Kesimpulan ini diambil setelah dilakukan beberapa tahap pemeriksaan secara hati-hati terhadap data yang beredar,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan dalam keterangan pers, Kamis (6/7)

Kementerian Kominfo juga melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku yaitu Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM. “Kementerian Kominfo akan terus melanjutkan penelusuran dan akan merilis hasil temuan setelah mendapatkan informasi yang lebih detail,” tambah Sammy – sapaan Semuel A. Pangerapan.

Indonesia Disebut Sebagai Negara “Open Source

Akibat seringnya Indonesia mengalami pembobolan data, banyak warganet yang membuat sindiran bahwa Indonesia merupakan negara open source. Beberapa kebocoran data pribadi yang pernah terjadi sebelumnya, di antaranya: 

  • 35 juta data pengguna MyIndihome;
  • 19 juta data BPJS Ketenagakerjaan;
  • 3,2 miliar data dari Aplikasi PeduliLindungi;
  • 45 juta data MyPertamina;
  • 105 data Komisi Pemilihan Umum;
  • 679.000 surat yang dikirim ke Presiden Jokowi;
  • 1,3 miliar data SIM Card, dan
  • Browsing history dari 26 juta pengguna Indihome.

Sebutan mengenai Indonesia adalah negara open source jelas adalah sebuah sindiran yang seolah menyebut bahwa negara ini tidak memiliki sistem keamanan yang cukup dan aman untuk data-data pribadi. Hingga kini, kasus serangan hacker ke data pribadi penduduk Indonesia ini menjadi sorotan publik hingga pemerintah terutama Kominfo. Sayangnya, masih belum ada penanganan serius terkait hal tersebut.

Penulis : Yudhistira Azhar Haryono Putra

Editor : Abraham Mauritz Talakua, I Kadek Wahyu Dwi Pranatasana

Sumber Referensi :

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c9e7e9grjmko

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230707143409-37-452302/bjorka-bocorkan-jutaan-data-paspor-warga-ri-bssn-buka-suara

https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/07/05/soal-dugaan-kebocoran-data-paspor-kemkominfo-kami-masih-telusuri

https://www.liputan6.com/tekno/read/5337926/headline-geger-dugaan-kebocoran-34-juta-data-paspor-orang-indonesia-apa-dampaknya

Dev Mode Figma, Bantu Optimalisasi Kerja Developer

(sumber: https://www.figma.com)

Figma merupakan salah satu tools desain grafis yang cukup sering digunakan di kalangan mahasiswa. Sebagai mahasiswa Departemen Sistem Informasi (DSI), tentunya kita sangat familiar dengan Figma. Mata kuliah Rekayasa Kebutuhan Perangkat Lunak dan Desain Pengalaman Pengguna merupakan beberapa mata kuliah di DSI yang memanfaatkan Figma untuk menunjang pembelajaran di kelas, yakni dengan membuat desain UI/UX (User Interface/User Experience) dari aplikasi yang kita rancang. Selain mudah digunakan, Figma juga memberikan akses secara gratis untuk penggunanya. Beberapa waktu yang lalu, Figma secara resmi meluncurkan beberapa fitur terbaru mereka, dan salah satu inovasi mereka dirasa sangat menarik perhatian bagi komunitas IT yakni adanya fitur Dev Mode. Fitur ini bertujuan untuk membantu pengembang dalam menerjemahkan desain yang berbentuk grafis ke kumpulan barisan kode fungsional dengan cepat. Hal ini tentunya sangat mempermudah developer dalam melakukan pekerjaannya.

Dari survei yang telah dilakukan oleh Figma, jumlah pengguna yang memiliki latar belakang  developer lebih banyak daripada pengguna yang bertujuan untuk desain semata. Hal ini lah yang mendasari peluncuran Fitur Dev Mode. Sebagai Developer Front-end maupun Full Stack, seringkali kita mengalami kesulitan untuk mentranslasikan desain yang telah dibuat oleh UI/UX menjadi kode yang fungsional. Fitur Dev Mode akan membantu developer untuk mendapatkan code sesuai desain yang diinginkan.

(sumber: https://www.animaapp.com)

Penggunaan

Cara penggunaan fitur ini cukup mudah. Kita hanya perlu melakukan beberapa setting, seperti bahasa pemrograman yang digunakan, jenis hardware yang digunakan, dan melakukan koneksi dengan VSC, GitHub, Anima, Jira, maupun teks editor lain. Setelah melakukan pengaturan awal, kita hanya perlu memilih desain yang kita inginkan. Secara otomatis rincian code dari desain tersebut akan muncul. Tidak hanya itu, semua aset yang kita gunakan di Figma akan muncul dan dapat kita download. Di samping itu, Figma juga menyediakan extension untuk Visual Studio Code, yang tentunya sangat berguna bagi developer. 

Meskipun telah melakukan setting di awal, kita masih bisa mengubah spesifikasi yang diinginkan, seperti bahasa pemrograman dan koneksi ke teks editor. Tidak perlu khawatir, Fitur Dev Mode ini tidak akan mengubah desain yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu, kita juga bisa menonaktifkan fitur ini, sehingga bisa beralih untuk pembuatan desain lagi.

Fitur Dev Mode dan Figma untuk Visual Studio Code tersedia dalam versi beta dan gratis untuk semua pengguna selama sisa tahun 2023. Tetapi mulai tahun 2024, kita memerlukan paket berbayar untuk mengakses Fitur Dev Mode. Terdapat dua opsi paket berbayar, yaitu untuk organisasi sebesar $25/bulan dan untuk perusahaan sebesar $35/bulan. Oleh karena itu, selagi fitur ini bisa diakses secara gratis, yuk kita coba pelajari dan explore salah satu fitur powerful terbaru dari Figma ini!

Penulis: Melatie Raghyl Putri

Editor: Abraham Mauritz Talakua, Ellion Blessan, I Kadek Wahyu Dwi Pranatasana

Referensi:

https://www.figma.com/dev-mode/

https://www.figma.com/blog/introducing-dev-mode/