Kampus sejatinya adalah ruang aman, tempat di mana institusi pendidikan menjamin kebebasan akademik serta perlindungan bagi seluruh sivitasnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibentuklah Satuan Keamanan Kampus (SKK) yang bertugas menjaga ketertiban dan keamanan aset serta warga kampus. Namun, apa jadinya jika pihak yang diberi mandat untuk melindungi justru bertindak sebaliknya?
Isu inilah yang kini tengah mencuat di lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Melalui serangkaian unggahan Public Awareness yang dirilis oleh Himpunan Mahasiswa Statistika (HIMASTA) ITS, terungkap adanya dugaan praktik pemerasan sistematis yang dilakukan oleh oknum SKK terhadap mahasiswa.
Bermula dari “Nyanyian” di Media Sosial
Kasus ini mulai terendus publik bermula dari sebuah unggahan anonim (menfess) di akun media sosial X (Twitter) @fess10nopember pada tanggal 23 Mei 2025. Seorang pengirim pesan menanyakan apakah ada mahasiswa lain yang pernah terkena modus oknum SKK dengan tuduhan berpacaran, lalu dimintai sejumlah uang sebagai syarat agar rekaman CCTV atau foto mereka tidak disebar.
Pertanyaan sederhana tersebut bak membuka kotak pandora. Kolom komentar dan quote-retweet dibanjiri oleh pengakuan mahasiswa lain yang mengalami nasib serupa. Mereka mengaku pernah diancam, dimintai uang, bahkan merasa takut untuk bersuara. Menfess ini menjadi pemicu terbukanya dugaan pemerasan yang ternyata sudah menjadi rahasia umum di kalangan mahasiswa.
Modus Operandi: Ancaman Privasi dan Denda Jutaan Rupiah
Berdasarkan data yang dihimpun, hingga saat ini telah terungkap setidaknya 25 aduan terkait dugaan pemerasan oleh oknum SKK. Pola atau modus operandi yang dilakukan hampir seragam:
- Targeting Mahasiswa Pacaran: Oknum menyasar mahasiswa yang diduga sedang berpacaran di lingkungan kampus.
- Intimidasi Mental: Mahasiswa ditakut-takuti dengan klaim bahwa tindakan mereka terekam CCTV atau telah difoto.
- Ancaman Penyebaran: Oknum mengancam akan menyebarkan foto atau video tersebut, atau melaporkannya ke pihak rektorat/orang tua jika permintaan mereka tidak dipenuhi.
- Permintaan Uang (Pemerasan): Sebagai “jalan damai”, oknum meminta sejumlah uang dengan nominal yang fantastis bagi ukuran kantong mahasiswa.
Beberapa testimoni korban yang dirangkum sangat mengejutkan:
- “Duit 1,2 juta buat beliin semir sepatu buat 100 orang SKK sebagai imbalan buat hapus CCTV, katanya ada laporan bermesraan.”
- “Aku disuruh bayar 800k buat hapus foto KTM-ku di mereka padahal ga ngapa-ngapain.”
- “Aku sama pacarku kena tipu pemerasan 1 juta 50 ribu sama oknum SKK.”
Parahnya, laporan menyebutkan bahwa nama oknum yang dilaporkan seringkali sama, dan praktik ini disinyalir sudah terjadi sejak tahun 2023.
Jerat Hukum: Bukan Sekadar Kenakalan, Tapi Pidana
Tindakan yang dilakukan oleh oknum SKK ini bukan sekadar penyalahgunaan wewenang biasa, melainkan tindakan kriminal yang serius. Dalam unggahan edukasinya, HIMASTA ITS menegaskan bahwa tindakan tersebut memenuhi unsur Pasal 369 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan.
Pasal tersebut berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, mengancam akan membuka rahasia atau menyebarkan aib, dengan maksud supaya orang merasa takut dan memberikan sesuatu, membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Memaksa mahasiswa menyerahkan uang dengan ancaman menyebarkan aib (rekaman CCTV/foto) jelas merupakan pelanggaran hukum yang mencederai integritas institusi pendidikan.
Respons BEM ITS dan Langkah Advokasi
Merespons keresahan yang meluas, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS telah mengambil langkah taktis. Mereka telah melakukan pertemuan langsung dengan pihak SKK untuk meminta klarifikasi dan transparansi terkait isu yang beredar. Pertemuan ini merupakan wujud tanggung jawab etis perwakilan mahasiswa untuk memastikan aparat kampus bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Tidak berhenti di situ, BEM ITS juga menjalin koordinasi dengan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS/PPKPT) ITS. Langkah ini diambil untuk memastikan adanya pendampingan dan perlindungan bagi para korban, mengingat modus yang digunakan seringkali menyerempet ranah privasi yang sensitif.
BEM ITS menuntut pihak rektorat untuk menyelesaikan kasus ini seadil-adilnya. Sistem monitoring kampus yang seharusnya menciptakan rasa aman, justru menjadi alat untuk menakut-nakuti, dan hal ini menuntut adanya pembenahan sistem secara menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Berikut adalah draf artikel mendalam yang disusun berdasarkan informasi, kronologi, dan data yang tertera pada tangkapan layar Instagram HIMASTA ITS tersebut.
Dugaan Skandal Pemerasan Berkedok Penertiban: Ketika Penjaga Keamanan Kampus Menjadi Ancaman
Surabaya – Kampus sejatinya adalah ruang aman, tempat di mana institusi pendidikan menjamin kebebasan akademik serta perlindungan bagi seluruh sivitasnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibentuklah Satuan Keamanan Kampus (SKK) yang bertugas menjaga ketertiban dan keamanan aset serta warga kampus. Namun, apa jadinya jika pihak yang diberi mandat untuk melindungi justru bertindak sebaliknya?
Isu inilah yang kini tengah mencuat di lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Melalui serangkaian unggahan Public Awareness yang dirilis oleh Himpunan Mahasiswa Statistika (HIMASTA) ITS, terungkap adanya dugaan praktik pemerasan sistematis yang dilakukan oleh oknum SKK terhadap mahasiswa.
Bermula dari “Nyanyian” di Media Sosial
Kasus ini mulai terendus publik bermula dari sebuah unggahan anonim (menfess) di akun media sosial X (Twitter) @fess10nopember pada tanggal 23 Mei 2025. Seorang pengirim pesan menanyakan apakah ada mahasiswa lain yang pernah terkena modus oknum SKK dengan tuduhan berpacaran, lalu dimintai sejumlah uang sebagai syarat agar rekaman CCTV atau foto mereka tidak disebar.
Pertanyaan sederhana tersebut bak membuka kotak pandora. Kolom komentar dan quote-retweet dibanjiri oleh pengakuan mahasiswa lain yang mengalami nasib serupa. Mereka mengaku pernah diancam, dimintai uang, bahkan merasa takut untuk bersuara. Menfess ini menjadi pemicu terbukanya dugaan pemerasan yang ternyata sudah menjadi rahasia umum di kalangan mahasiswa.
Modus Operandi: Ancaman Privasi dan Denda Jutaan Rupiah
Berdasarkan data yang dihimpun, hingga saat ini telah terungkap setidaknya 25 aduan terkait dugaan pemerasan oleh oknum SKK. Pola atau modus operandi yang dilakukan hampir seragam:
- Targeting Mahasiswa Pacaran: Oknum menyasar mahasiswa yang diduga sedang berpacaran di lingkungan kampus.
- Intimidasi Mental: Mahasiswa ditakut-takuti dengan klaim bahwa tindakan mereka terekam CCTV atau telah difoto.
- Ancaman Penyebaran: Oknum mengancam akan menyebarkan foto atau video tersebut, atau melaporkannya ke pihak rektorat/orang tua jika permintaan mereka tidak dipenuhi.
- Permintaan Uang (Pemerasan): Sebagai “jalan damai”, oknum meminta sejumlah uang dengan nominal yang fantastis bagi ukuran kantong mahasiswa.
Beberapa testimoni korban yang dirangkum sangat mengejutkan:
- “Duit 1,2 juta buat beliin semir sepatu buat 100 orang SKK sebagai imbalan buat hapus CCTV, katanya ada laporan bermesraan.”
- “Aku disuruh bayar 800k buat hapus foto KTM-ku di mereka padahal ga ngapa-ngapain.”
- “Aku sama pacarku kena tipu pemerasan 1 juta 50 ribu sama oknum SKK.”
Parahnya, laporan menyebutkan bahwa nama oknum yang dilaporkan seringkali sama, dan praktik ini disinyalir sudah terjadi sejak tahun 2023.
Jerat Hukum: Bukan Sekadar Kenakalan, Tapi Pidana
Tindakan yang dilakukan oleh oknum SKK ini bukan sekadar penyalahgunaan wewenang biasa, melainkan tindakan kriminal yang serius. Dalam unggahan edukasinya, HIMASTA ITS menegaskan bahwa tindakan tersebut memenuhi unsur Pasal 369 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan.
Pasal tersebut berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, mengancam akan membuka rahasia atau menyebarkan aib, dengan maksud supaya orang merasa takut dan memberikan sesuatu, membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Memaksa mahasiswa menyerahkan uang dengan ancaman menyebarkan aib (rekaman CCTV/foto) jelas merupakan pelanggaran hukum yang mencederai integritas institusi pendidikan.
Respons BEM ITS dan Langkah Advokasi
Merespons keresahan yang meluas, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS telah mengambil langkah taktis. Mereka telah melakukan pertemuan langsung dengan pihak SKK untuk meminta klarifikasi dan transparansi terkait isu yang beredar. Pertemuan ini merupakan wujud tanggung jawab etis perwakilan mahasiswa untuk memastikan aparat kampus bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Tidak berhenti di situ, BEM ITS juga menjalin koordinasi dengan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS/PPKPT) ITS. Langkah ini diambil untuk memastikan adanya pendampingan dan perlindungan bagi para korban, mengingat modus yang digunakan seringkali menyerempet ranah privasi yang sensitif.
BEM ITS menuntut pihak rektorat untuk menyelesaikan kasus ini seadil-adilnya. Sistem monitoring kampus yang seharusnya menciptakan rasa aman, justru menjadi alat untuk menakut-nakuti, dan hal ini menuntut adanya pembenahan sistem secara menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Seruan “Suara Kita, Kekuatan Kita”
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh komunitas akademik. Mahasiswa diimbau untuk tidak ragu melaporkan setiap tindakan yang dilakukan di luar tanggung jawab oleh aparat keamanan kampus.
Tagar #BUDAGRIang dan #PublicAwareness yang didengungkan menjadi simbol perlawanan terhadap praktik pungli dan premanisme di dalam kampus. Keberanian korban untuk melapor adalah kunci untuk memutus rantai pemerasan ini. Kampus harus kembali menjadi tempat di mana mahasiswa bisa belajar dan beraktivitas dengan tenang, tanpa bayang-bayang ancaman dari mereka yang seharusnya menjaga keamanan.
Sumber: Instagram @himasta_its | Kabinet Derap Asa | #buDAGRIang #PublicAwareness
