Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12 Persen: Antara Kejutan Data BPS dan Realita di Lapangan

Sejumlah ekonom kaget mendengar data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen pada kuartal II-2025. Angka tersebut bertolak belakang dengan proyeksi banyak ekonom. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II tercatat mencapai Rp
5.947 triliun. BPS menyebut pertumbuhan ekonomi secara tahunan (year-on year/yoy) berada di angka 5,12 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,04 persen.

Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, memproyeksikan angka pertumbuhan di kuartal II tak akan menyentuh 5 persen. Tauhid mengaku kaget dengan data BPS yang menyebut ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,12 persen. “Agak kaget. Di luar perkiraan banyak orang, termasuk saya, yang memperkirakan di bawah 5 persen. Bahkan jauh, sekitar 4,8-4,9 persen,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memiliki pandangan serupa. Ia memperkirakan pertumbuhan kuartal II 2025 hanya berada di kisaran 4,5–4,7 persen yoy, bahkan lebih rendah dari realisasi kuartal I-2025 yang sebesar 4,87 persen. Menurutnya, lesunya daya beli masyarakat menjadi penyebab utama. “Pertumbuhan kuartal II-2025 di kisaran 4,5–4,7 persen yoy, karena tidak ada lagi pendorong musiman setelah Lebaran, daya beli sedang lesu,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, juga mengungkap hal senada. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 akan berada di bawah 5 persen, tepatnya pada kisaran 4,7–4,8 persen yoy. “CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 melambat ke kisaran 4,7–4,8 persen, turun dari 4,87 persen pada kuartal I,” ujarnya. Faisal menilai stimulus pemerintah belum cukup kuat untuk mendorong pertum buhan. Di sisi lain, kontribusi dari net ekspor makin mengecil karena surplus neraca perdagangan terus menyusut selama kuartal II. “Kontribusinya terhadap pertumbuhan jadi lebih rendah. Kami juga prediksi belanja pemerintah masih minus. Di kuartal I minus, dan di kuartal II kami prediksi minus 1 persen, jadi kontraksi. Itu yang juga memperlambat laju ekonomi,” jelasnya.

Bank Dunia juga menyampaikan peringatan bahwa perekonomian Indonesia rawan terdampak gejolak global. Ketegangan geopolitik yang meningkat saat ini dinilai berisiko mendorong pelemahan ekonomi lebih lanjut. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk, menyampaikan hal ini saat peluncuran laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2025. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 4,7 persen dan 4,8 persen untuk tahun depan.

Menurut Carolyn, gejolak global menahan laju penciptaan lapangan kerja dan menghambat upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem. “Dalam situasi yang sangat rentan ini, ekonomi Indonesia memang menunjukkan ketahanan. Tapi kami melihat pertumbuhan PDB yang lebih rendah dari 5 persen. Konsumsi pemerintah dan investasi juga menurun tahun ini,” sebutnya.


Sementara itu, sejumlah ekonom mempertanyakan kredibilitas data statistik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dinilai sebagai anomali dengan realita di lapangan. Angka Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) misalnya, BPS mencatat pertumbuhan hingga 6,99 persen, padahal sektor manufaktur terus mengalami koreksi di beberapa bulan terakhir.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menjelaskan adanya jarak antara pertumbuhan angka statistik terhadap realita di lapangan. “Belum lagi kalau kita bedah per kelompok pendapatan. Jadi ini sering kali juga terjadi, peningkatan konsumsi rumah tangga di kalangan menengah atas, menengah bawahnya yang mayoritas itu tidak merasakan hal yang sama. Bahkan justru mengalami kemunduran dari semua sisi income, daya beli, pekerjaan, dan lain-lain” terang Faisal.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, juga mengaku terkejut dengan angka statistik pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan pertumbuhan PMTB yang dianggap tidak sejalan dengan fakta di lapangan. “PMI manufaktur terus terkoreksi, capaian Foreign Direct Investment (FDI) juga di bawah target,” katanya. Ia menambahkan bahwa penjualan di sektor otomotif seperti mobil mengalami penurunan di beberapa bulan terakhir, begitu juga sektor properti yang mengalami kelesuan. “Semoga angka-angka tersebut benar, sehingga PHK makin sedikit,lapangan kerja makin tersedia. Kita positif thinking saja,” jelasnya.


Namun, jika angka statistik tersebut tidak akurat, Wijayanto mengingatkan dampaknya bisa besar terhadap arah kebijakan pemerintahan. “Kita juga akan melihat fenomena aneh, di mana tax ratio akan semakin rendah terlepas berbagai upaya dilakukan Kemenkeu, serta jumlah lapangan kerja yang tercipta tiap 1 persenpertumbuhan PDB akan terus merosot,” tuturnya. Dengan berbagai pandangan tersebut, data pertumbuhan ekonomi 5,12 persen dari BPS menimbulkan perdebatan baru antara optimisme statistik dan kenyataan ekonomi masyarakat.


mayoritas itu tidak merasakan hal yang sama. Bahkan justru mengalami kemunduran dari sisi income, daya beli, pekerjaan, dan lain-lain,” terang Faisal. Menurutnya, hal ini mestinya terefleksikan dalam komponen utama penopang pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi kepercayaan konsumen maupun penjualan ritel. “Kebanyakan masyarakat jika ada perbaikan angka statistik, itu real-nya di lapangan masih merasakan banyak hambatan,” tambahnya.

Sumber: Kabinet Derap Asa | #Kominforke

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12 Persen: Antara Kejutan Data BPS dan Realita di Lapangan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top