Belakangan ini, keresahan melanda lingkungan kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Bukan karena tugas akademik, melainkan karena maraknya teror panggilan telepon dari nomor tidak dikenal yang menyasar para mahasiswa. Fenomena ini bukan sekadar gangguan biasa; ini adalah ancaman serius yang berpotensi berujung pada penipuan, pemerasan, hingga pelecehan seksual verbal.
Himpunan Mahasiswa Statistika (HIMASTA) ITS, melalui Kabinet Derap Asa, mengangkat isu krusial ini ke permukaan dengan tajuk kampanye “Spam Caller: Sekali Angkat, Dompet Sekarat”. Melalui survei komprehensif dan kampanye kesadaran publik (public awareness), mereka mengungkap fakta mengejutkan di balik dering telepon misterius tersebut.
Data Berbicara: Hampir Semua Pernah Jadi Target
Berdasarkan survei yang dilakukan HIMASTA-ITS terhadap 197 responden yang tersebar dari berbagai fakultas, fakta yang ditemukan sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 180 responden (lebih dari 90%) mengaku pernah mengalami teror telepon dari nomor tidak dikenal.
Distribusi korban merata di hampir seluruh fakultas, dengan angka tertinggi tercatat di Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) sebanyak 62 responden dan Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) sebanyak 58 responden.
Intensitas teror pun tidak main-main. Mayoritas responden (33%) mengaku ditelepon sebanyak 7 hingga 9 kali dalam sehari. Bahkan, ada mahasiswa yang diteror hingga 17 kali sehari.
Dari sisi penyedia layanan seluler, survei mencatat bahwa pengguna Telkomsel mendominasi jumlah responden (123 orang), diikuti oleh XL, Indosat, dan lainnya. Menariknya, data menunjukkan bahwa pengguna Indosat memiliki persentase tertinggi dalam hal tidak menerima spam (25% aman), yang menyiratkan bahwa pengguna provider lain mungkin lebih rentan terhadap kebocoran data nomor telepon.
Modus Operandi dan Kisah Nyata Para Korban
Panggilan misterius ini bukan sekadar prank. Para pelaku menggunakan berbagai modus yang canggih dan manipulatif psikologis. Dari survei tersebut, terungkap beberapa testimoni mengerikan dari mahasiswa yang menjadi korban:
- Pelecehan Seksual Verbal: Salah satu korban melaporkan bahwa penelepon mengetahui nama lengkapnya dan mengajaknya ke hotel dengan kalimat-kalimat yang melecehkan. Hal ini menimbulkan trauma mendalam bagi korban.
- Impersonasi Aparat dan Ancaman Pidana: Kasus lain yang lebih kompleks melibatkan penelepon yang mengaku sebagai polisi. Pelaku menyebutkan nama lengkap dan NIK korban dengan tepat, kemudian menuduh korban terlibat pencucian uang senilai 12 Miliar Rupiah di bank yang bahkan tidak dimiliki oleh korban (Bank Mega). Korban dipaksa melakukan Zoom meeting, ditanya detail aset, dan diancam akan diselidiki oleh PPATK. Situasi ini jelas menciptakan kepanikan luar biasa bagi seorang mahasiswa.
Tentu, ini adalah artikel lengkap yang disusun berdasarkan data, infografis, dan keterangan yang terdapat dalam postingan Instagram HIMASTA-ITS tersebut.
Teror Telepon Menghantui Mahasiswa ITS: “Sekali Angkat, Dompet Sekarat”
Surabaya – Belakangan ini, keresahan melanda lingkungan kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Bukan karena tugas akademik, melainkan karena maraknya teror panggilan telepon dari nomor tidak dikenal yang menyasar para mahasiswa. Fenomena ini bukan sekadar gangguan biasa; ini adalah ancaman serius yang berpotensi berujung pada penipuan, pemerasan, hingga pelecehan seksual verbal.
Himpunan Mahasiswa Statistika (HIMASTA) ITS, melalui Kabinet Derap Asa, mengangkat isu krusial ini ke permukaan dengan tajuk kampanye “Spam Caller: Sekali Angkat, Dompet Sekarat”. Melalui survei komprehensif dan kampanye kesadaran publik (public awareness), mereka mengungkap fakta mengejutkan di balik dering telepon misterius tersebut.
Data Berbicara: Hampir Semua Pernah Jadi Target
Berdasarkan survei yang dilakukan HIMASTA-ITS terhadap 197 responden yang tersebar dari berbagai fakultas, fakta yang ditemukan sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 180 responden (lebih dari 90%) mengaku pernah mengalami teror telepon dari nomor tidak dikenal.
Distribusi korban merata di hampir seluruh fakultas, dengan angka tertinggi tercatat di Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) sebanyak 62 responden dan Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) sebanyak 58 responden.
Intensitas teror pun tidak main-main. Mayoritas responden (33%) mengaku ditelepon sebanyak 7 hingga 9 kali dalam sehari. Bahkan, ada mahasiswa yang diteror hingga 17 kali sehari.
Dari sisi penyedia layanan seluler, survei mencatat bahwa pengguna Telkomsel mendominasi jumlah responden (123 orang), diikuti oleh XL, Indosat, dan lainnya. Menariknya, data menunjukkan bahwa pengguna Indosat memiliki persentase tertinggi dalam hal tidak menerima spam (25% aman), yang menyiratkan bahwa pengguna provider lain mungkin lebih rentan terhadap kebocoran data nomor telepon.
Modus Operandi dan Kisah Nyata Para Korban
Panggilan misterius ini bukan sekadar prank. Para pelaku menggunakan berbagai modus yang canggih dan manipulatif psikologis. Dari survei tersebut, terungkap beberapa testimoni mengerikan dari mahasiswa yang menjadi korban:
- Pelecehan Seksual Verbal: Salah satu korban melaporkan bahwa penelepon mengetahui nama lengkapnya dan mengajaknya ke hotel dengan kalimat-kalimat yang melecehkan. Hal ini menimbulkan trauma mendalam bagi korban.
- Impersonasi Aparat dan Ancaman Pidana: Kasus lain yang lebih kompleks melibatkan penelepon yang mengaku sebagai polisi. Pelaku menyebutkan nama lengkap dan NIK korban dengan tepat, kemudian menuduh korban terlibat pencucian uang senilai 12 Miliar Rupiah di bank yang bahkan tidak dimiliki oleh korban (Bank Mega). Korban dipaksa melakukan Zoom meeting, ditanya detail aset, dan diancam akan diselidiki oleh PPATK. Situasi ini jelas menciptakan kepanikan luar biasa bagi seorang mahasiswa.
Dampak Psikologis dan Materi
Dampak dari teror telepon ini sangat nyata. HIMASTA-ITS merangkum enam dampak utama yang dirasakan para korban:
- Merasa terganggu, cemas, hingga overthinking.
- Kekhawatiran akut akan kebocoran data pribadi.
- Ketakutan bahwa ancaman penjara itu nyata (worst case scenario).
- Kebingungan mengenai ke mana harus melapor.
- Kekhawatiran bahwa orang tua atau kerabat dekat akan menjadi sasaran berikutnya.
- Ketakutan saldo rekening atau e-banking dibobol.
Tentu, ini adalah artikel lengkap yang disusun berdasarkan data, infografis, dan keterangan yang terdapat dalam postingan Instagram HIMASTA-ITS tersebut.
Teror Telepon Menghantui Mahasiswa ITS: “Sekali Angkat, Dompet Sekarat”
Surabaya – Belakangan ini, keresahan melanda lingkungan kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Bukan karena tugas akademik, melainkan karena maraknya teror panggilan telepon dari nomor tidak dikenal yang menyasar para mahasiswa. Fenomena ini bukan sekadar gangguan biasa; ini adalah ancaman serius yang berpotensi berujung pada penipuan, pemerasan, hingga pelecehan seksual verbal.
Himpunan Mahasiswa Statistika (HIMASTA) ITS, melalui Kabinet Derap Asa, mengangkat isu krusial ini ke permukaan dengan tajuk kampanye “Spam Caller: Sekali Angkat, Dompet Sekarat”. Melalui survei komprehensif dan kampanye kesadaran publik (public awareness), mereka mengungkap fakta mengejutkan di balik dering telepon misterius tersebut.
Data Berbicara: Hampir Semua Pernah Jadi Target
Berdasarkan survei yang dilakukan HIMASTA-ITS terhadap 197 responden yang tersebar dari berbagai fakultas, fakta yang ditemukan sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 180 responden (lebih dari 90%) mengaku pernah mengalami teror telepon dari nomor tidak dikenal.
Distribusi korban merata di hampir seluruh fakultas, dengan angka tertinggi tercatat di Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) sebanyak 62 responden dan Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) sebanyak 58 responden.
Intensitas teror pun tidak main-main. Mayoritas responden (33%) mengaku ditelepon sebanyak 7 hingga 9 kali dalam sehari. Bahkan, ada mahasiswa yang diteror hingga 17 kali sehari.
Dari sisi penyedia layanan seluler, survei mencatat bahwa pengguna Telkomsel mendominasi jumlah responden (123 orang), diikuti oleh XL, Indosat, dan lainnya. Menariknya, data menunjukkan bahwa pengguna Indosat memiliki persentase tertinggi dalam hal tidak menerima spam (25% aman), yang menyiratkan bahwa pengguna provider lain mungkin lebih rentan terhadap kebocoran data nomor telepon.
Modus Operandi dan Kisah Nyata Para Korban
Panggilan misterius ini bukan sekadar prank. Para pelaku menggunakan berbagai modus yang canggih dan manipulatif psikologis. Dari survei tersebut, terungkap beberapa testimoni mengerikan dari mahasiswa yang menjadi korban:
- Pelecehan Seksual Verbal: Salah satu korban melaporkan bahwa penelepon mengetahui nama lengkapnya dan mengajaknya ke hotel dengan kalimat-kalimat yang melecehkan. Hal ini menimbulkan trauma mendalam bagi korban.
- Impersonasi Aparat dan Ancaman Pidana: Kasus lain yang lebih kompleks melibatkan penelepon yang mengaku sebagai polisi. Pelaku menyebutkan nama lengkap dan NIK korban dengan tepat, kemudian menuduh korban terlibat pencucian uang senilai 12 Miliar Rupiah di bank yang bahkan tidak dimiliki oleh korban (Bank Mega). Korban dipaksa melakukan Zoom meeting, ditanya detail aset, dan diancam akan diselidiki oleh PPATK. Situasi ini jelas menciptakan kepanikan luar biasa bagi seorang mahasiswa.
Dampak Psikologis dan Materi
Dampak dari teror telepon ini sangat nyata. HIMASTA-ITS merangkum enam dampak utama yang dirasakan para korban:
- Merasa terganggu, cemas, hingga overthinking.
- Kekhawatiran akut akan kebocoran data pribadi.
- Ketakutan bahwa ancaman penjara itu nyata (worst case scenario).
- Kebingungan mengenai ke mana harus melapor.
- Kekhawatiran bahwa orang tua atau kerabat dekat akan menjadi sasaran berikutnya.
- Ketakutan saldo rekening atau e-banking dibobol.
Langkah Mitigasi: Apa yang Harus Dilakukan?
HIMASTA-ITS memberikan panduan langkah taktis bagi mahasiswa untuk melindungi diri:
- Jangan Angkat: Abaikan panggilan dari nomor yang tidak dikenal atau asing.
- Blokir: Segera blokir nomor yang mencurigakan.
- Jaga Privasi: Jika tidak sengaja terangkat, jangan pernah memberikan informasi pribadi apapun.
- Aktifkan Fitur Pengaman: Gunakan mode “Do Not Disturb” atau “Jangan Ganggu”.
- Gunakan Aplikasi Pihak Ketiga: Manfaatkan aplikasi pendeteksi spam (seperti GetContact atau Truecaller) untuk mengidentifikasi nomor.
- Lapor: Laporkan kejadian kepada pihak berwenang.
Tentu, ini adalah artikel lengkap yang disusun berdasarkan data, infografis, dan keterangan yang terdapat dalam postingan Instagram HIMASTA-ITS tersebut.
Teror Telepon Menghantui Mahasiswa ITS: “Sekali Angkat, Dompet Sekarat”
Surabaya – Belakangan ini, keresahan melanda lingkungan kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Bukan karena tugas akademik, melainkan karena maraknya teror panggilan telepon dari nomor tidak dikenal yang menyasar para mahasiswa. Fenomena ini bukan sekadar gangguan biasa; ini adalah ancaman serius yang berpotensi berujung pada penipuan, pemerasan, hingga pelecehan seksual verbal.
Himpunan Mahasiswa Statistika (HIMASTA) ITS, melalui Kabinet Derap Asa, mengangkat isu krusial ini ke permukaan dengan tajuk kampanye “Spam Caller: Sekali Angkat, Dompet Sekarat”. Melalui survei komprehensif dan kampanye kesadaran publik (public awareness), mereka mengungkap fakta mengejutkan di balik dering telepon misterius tersebut.
Data Berbicara: Hampir Semua Pernah Jadi Target
Berdasarkan survei yang dilakukan HIMASTA-ITS terhadap 197 responden yang tersebar dari berbagai fakultas, fakta yang ditemukan sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 180 responden (lebih dari 90%) mengaku pernah mengalami teror telepon dari nomor tidak dikenal.
Distribusi korban merata di hampir seluruh fakultas, dengan angka tertinggi tercatat di Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) sebanyak 62 responden dan Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) sebanyak 58 responden.
Intensitas teror pun tidak main-main. Mayoritas responden (33%) mengaku ditelepon sebanyak 7 hingga 9 kali dalam sehari. Bahkan, ada mahasiswa yang diteror hingga 17 kali sehari.
Dari sisi penyedia layanan seluler, survei mencatat bahwa pengguna Telkomsel mendominasi jumlah responden (123 orang), diikuti oleh XL, Indosat, dan lainnya. Menariknya, data menunjukkan bahwa pengguna Indosat memiliki persentase tertinggi dalam hal tidak menerima spam (25% aman), yang menyiratkan bahwa pengguna provider lain mungkin lebih rentan terhadap kebocoran data nomor telepon.
Modus Operandi dan Kisah Nyata Para Korban
Panggilan misterius ini bukan sekadar prank. Para pelaku menggunakan berbagai modus yang canggih dan manipulatif psikologis. Dari survei tersebut, terungkap beberapa testimoni mengerikan dari mahasiswa yang menjadi korban:
- Pelecehan Seksual Verbal: Salah satu korban melaporkan bahwa penelepon mengetahui nama lengkapnya dan mengajaknya ke hotel dengan kalimat-kalimat yang melecehkan. Hal ini menimbulkan trauma mendalam bagi korban.
- Impersonasi Aparat dan Ancaman Pidana: Kasus lain yang lebih kompleks melibatkan penelepon yang mengaku sebagai polisi. Pelaku menyebutkan nama lengkap dan NIK korban dengan tepat, kemudian menuduh korban terlibat pencucian uang senilai 12 Miliar Rupiah di bank yang bahkan tidak dimiliki oleh korban (Bank Mega). Korban dipaksa melakukan Zoom meeting, ditanya detail aset, dan diancam akan diselidiki oleh PPATK. Situasi ini jelas menciptakan kepanikan luar biasa bagi seorang mahasiswa.
Dampak Psikologis dan Materi
Dampak dari teror telepon ini sangat nyata. HIMASTA-ITS merangkum enam dampak utama yang dirasakan para korban:
- Merasa terganggu, cemas, hingga overthinking.
- Kekhawatiran akut akan kebocoran data pribadi.
- Ketakutan bahwa ancaman penjara itu nyata (worst case scenario).
- Kebingungan mengenai ke mana harus melapor.
- Kekhawatiran bahwa orang tua atau kerabat dekat akan menjadi sasaran berikutnya.
- Ketakutan saldo rekening atau e-banking dibobol.
Langkah Mitigasi: Apa yang Harus Dilakukan?
HIMASTA-ITS memberikan panduan langkah taktis bagi mahasiswa untuk melindungi diri:
- Jangan Angkat: Abaikan panggilan dari nomor yang tidak dikenal atau asing.
- Blokir: Segera blokir nomor yang mencurigakan.
- Jaga Privasi: Jika tidak sengaja terangkat, jangan pernah memberikan informasi pribadi apapun.
- Aktifkan Fitur Pengaman: Gunakan mode “Do Not Disturb” atau “Jangan Ganggu”.
- Gunakan Aplikasi Pihak Ketiga: Manfaatkan aplikasi pendeteksi spam (seperti GetContact atau Truecaller) untuk mengidentifikasi nomor.
- Lapor: Laporkan kejadian kepada pihak berwenang.
Pertolongan Pertama Jika Menjadi Korban
Bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi korban penipuan finansial (mentransfer uang), waktu adalah kunci. Segera hubungi Call Center bank masing-masing untuk pemblokiran rekening pelaku:
- BNI: 1500046
- Mandiri: 14000
- BRI: 1500017
- BCA: 1500888
- BTN: 1500286
Selain itu, mahasiswa ITS dihimbau untuk melaporkan penyalahgunaan data pribadi melalui surat resmi yang dapat diakses di: its.id/m/SuratPenyalahgunaanDataPribadi.
Tentu, ini adalah artikel lengkap yang disusun berdasarkan data, infografis, dan keterangan yang terdapat dalam postingan Instagram HIMASTA-ITS tersebut.
Teror Telepon Menghantui Mahasiswa ITS: “Sekali Angkat, Dompet Sekarat”
Surabaya – Belakangan ini, keresahan melanda lingkungan kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Bukan karena tugas akademik, melainkan karena maraknya teror panggilan telepon dari nomor tidak dikenal yang menyasar para mahasiswa. Fenomena ini bukan sekadar gangguan biasa; ini adalah ancaman serius yang berpotensi berujung pada penipuan, pemerasan, hingga pelecehan seksual verbal.
Himpunan Mahasiswa Statistika (HIMASTA) ITS, melalui Kabinet Derap Asa, mengangkat isu krusial ini ke permukaan dengan tajuk kampanye “Spam Caller: Sekali Angkat, Dompet Sekarat”. Melalui survei komprehensif dan kampanye kesadaran publik (public awareness), mereka mengungkap fakta mengejutkan di balik dering telepon misterius tersebut.
Data Berbicara: Hampir Semua Pernah Jadi Target
Berdasarkan survei yang dilakukan HIMASTA-ITS terhadap 197 responden yang tersebar dari berbagai fakultas, fakta yang ditemukan sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 180 responden (lebih dari 90%) mengaku pernah mengalami teror telepon dari nomor tidak dikenal.
Distribusi korban merata di hampir seluruh fakultas, dengan angka tertinggi tercatat di Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) sebanyak 62 responden dan Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian (FTSPK) sebanyak 58 responden.
Intensitas teror pun tidak main-main. Mayoritas responden (33%) mengaku ditelepon sebanyak 7 hingga 9 kali dalam sehari. Bahkan, ada mahasiswa yang diteror hingga 17 kali sehari.
Dari sisi penyedia layanan seluler, survei mencatat bahwa pengguna Telkomsel mendominasi jumlah responden (123 orang), diikuti oleh XL, Indosat, dan lainnya. Menariknya, data menunjukkan bahwa pengguna Indosat memiliki persentase tertinggi dalam hal tidak menerima spam (25% aman), yang menyiratkan bahwa pengguna provider lain mungkin lebih rentan terhadap kebocoran data nomor telepon.
Modus Operandi dan Kisah Nyata Para Korban
Panggilan misterius ini bukan sekadar prank. Para pelaku menggunakan berbagai modus yang canggih dan manipulatif psikologis. Dari survei tersebut, terungkap beberapa testimoni mengerikan dari mahasiswa yang menjadi korban:
- Pelecehan Seksual Verbal: Salah satu korban melaporkan bahwa penelepon mengetahui nama lengkapnya dan mengajaknya ke hotel dengan kalimat-kalimat yang melecehkan. Hal ini menimbulkan trauma mendalam bagi korban.
- Impersonasi Aparat dan Ancaman Pidana: Kasus lain yang lebih kompleks melibatkan penelepon yang mengaku sebagai polisi. Pelaku menyebutkan nama lengkap dan NIK korban dengan tepat, kemudian menuduh korban terlibat pencucian uang senilai 12 Miliar Rupiah di bank yang bahkan tidak dimiliki oleh korban (Bank Mega). Korban dipaksa melakukan Zoom meeting, ditanya detail aset, dan diancam akan diselidiki oleh PPATK. Situasi ini jelas menciptakan kepanikan luar biasa bagi seorang mahasiswa.
Dampak Psikologis dan Materi
Dampak dari teror telepon ini sangat nyata. HIMASTA-ITS merangkum enam dampak utama yang dirasakan para korban:
- Merasa terganggu, cemas, hingga overthinking.
- Kekhawatiran akut akan kebocoran data pribadi.
- Ketakutan bahwa ancaman penjara itu nyata (worst case scenario).
- Kebingungan mengenai ke mana harus melapor.
- Kekhawatiran bahwa orang tua atau kerabat dekat akan menjadi sasaran berikutnya.
- Ketakutan saldo rekening atau e-banking dibobol.
Langkah Mitigasi: Apa yang Harus Dilakukan?
HIMASTA-ITS memberikan panduan langkah taktis bagi mahasiswa untuk melindungi diri:
- Jangan Angkat: Abaikan panggilan dari nomor yang tidak dikenal atau asing.
- Blokir: Segera blokir nomor yang mencurigakan.
- Jaga Privasi: Jika tidak sengaja terangkat, jangan pernah memberikan informasi pribadi apapun.
- Aktifkan Fitur Pengaman: Gunakan mode “Do Not Disturb” atau “Jangan Ganggu”.
- Gunakan Aplikasi Pihak Ketiga: Manfaatkan aplikasi pendeteksi spam (seperti GetContact atau Truecaller) untuk mengidentifikasi nomor.
- Lapor: Laporkan kejadian kepada pihak berwenang.
Pertolongan Pertama Jika Menjadi Korban
Bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi korban penipuan finansial (mentransfer uang), waktu adalah kunci. Segera hubungi Call Center bank masing-masing untuk pemblokiran rekening pelaku:
- BNI: 1500046
- Mandiri: 14000
- BRI: 1500017
- BCA: 1500888
- BTN: 1500286
Selain itu, mahasiswa ITS dihimbau untuk melaporkan penyalahgunaan data pribadi melalui surat resmi yang dapat diakses di: its.id/m/SuratPenyalahgunaanDataPribadi.
Mari Saling Melindungi
Fenomena ini adalah peringatan keras bahwa keamanan data pribadi kita sedang terancam. Kampanye ini mengajak seluruh civitas akademika untuk lebih waspada. Jangan biarkan diri kita atau teman-teman kita menjadi korban berikutnya.
Jika Anda atau rekan Anda mengalami kejadian serupa, jangan ragu untuk melaporkannya melalui tautan yang disediakan oleh HIMASTA ITS: 🔗 its.id/m/laporan_penipuan
Lindungi diri, lindungi teman-temanmu.
Sumber: Instagram @himasta_its | Kabinet Derap Asa | #buDAGRIang #PublicAwareness
