TKA Ramai Berdatangan, Benarkah Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia?

Word Cloud di atas, merupakan hasil analisis sentimen yang menunjukkan bahwa isu pengangguran di Indonesia masih menjadi sorotan utama, terutama dengan dinamika pasar kerja global dan nasional yang semakin kompleks. Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan lapangan kerja, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan ketenagakerjaan, tingkat pendidikan angkatan kerja, hingga keberadaan tenaga kerja asing (TKA) di dalam negeri.

Belakangan ini, perhatian publik dan pemerintah kembali tertuju pada angka pengangguran di Indonesia. Di satu sisi, pemerintah gencar mendorong Warga Negara Indonesia (WNI) untuk mencari peluang kerja di luar negeri, sejalan dengan program penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Namun, langkah ini menuai pro dan kontra, mengingat masih maraknya isu-isu miring terkait perlindungan PMI, seperti kasus-kasus perdagangan orang atau berbagai masalah ketenagakerjaan di beberapa negara. Ironisnya, di saat yang sama, Indonesia justru menyaksikan peningkatan jumlah pekerja asing, terutama di sektor-sektor tertentu. Hal ini memunculkan pertanyaan kritis: apakah kebijakan ini sudah selaras dengan upaya penyerapan tenaga kerja dalam negeri dan menekan angka pengangguran?

Data menunjukkan bahwa tren jumlah tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia patut dicermati. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI yang dilansir oleh GoodStats, total tenaga kerja asing di Indonesia per September 2024 mencapai 133.979 orang. Angka ini menunjukkan kenaikan signifikan sekitar 83,4% dibandingkan dengan total TKA di tahun 2023 yang berjumlah 73.011 orang. Angka tersebut didominasi oleh China sebagai negara penyumbang tenaga asing terbanyak yakni sebanyak 72.667 orang dari keseluruhan tenaga kerja asing 133.979 orang. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah benar masuknya TKA ke Indonesia menjadi penghambat Penduduk Usia Kerja dalam mendapatkan pekerjaan?

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, hasilnya menunjukkan bahwa masuknya TKA ke Indonesia tidak begitu mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

Angka korelasi Jumlah TKA terhadap persentase TPT dapat dikatakan rendah, yakni di angka 0.24. Disamping itu, hubungan dari kedua variabel tersebut adalah positif, sehingga ketika angka TKA bertambah, maka TPT juga ikut naik, dan sebaliknya. Lalu, bagaimana dengan TPT, apakah memang benar TPT masih tergolong tinggi, dan apa penyebabnya?

Hingga tahun 2024, Jumlah Pengangguran di Indonesia terus menurun dari tahun 2020.

Namun, perlu diteliti lebih dekat bahwa tren menurun secara visual diatas bukan karena kebijakan pemerintah yang menyediakan lapangan kerja, namun karena pemulihan dari tahun 2020 yang merupakan puncak jumlah pengangguran di Indonesia selama 15 tahun terakhir yang dikarenakan Pandemi Covid-19. Angka pengangguran berhasil pulih setiap tahunnya karena banyak perusahaan yang sebelumnya melakukan PHK besar-besaran pada tahun 2020, kembali membutuhkan tenaga kerja seiring memulihnya ekonomi dunia.

Jika dibandingkan dengan tahun 2019 (sebelum terjadi pandemi), angka pengangguran di tahun 2024 masih belum berhasil ditekan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut kira-kira daerah mana yang merupakan penyumbang angka pengangguran terbanyak di Indonesia dan apa kira-kira penyebabnya.

Berdasarkan data tahun 2024, Jawa Barat menjadi provinsi penyumbang angka pengangguran terbanyak di Indonesia, yakni sebesar 6,75%, disusul Banten dengan TPT sebesar 6,68%. Dari Republika.co.id, pada Agustus 2024, TPT tertinggi di Jawa Barat didominasi oleh para siswa lulusan SMK jika dibandingkan lulusan sekolah lain, dengan angka sebesar 12,74%. Hal ini disebabkan oleh kemampuan siswa lulusan SMK yang tidak memenuhi kualifikasi kebutuhan industri. Solusi dari permasalahan ini kembali lagi kepada pemerintah, yakni membuat kebijakan bagaimana caranya agar kurikulum SMK bisa sesuai dengan kebutuhan industri saat ini.

Di lain sisi, Provinsi Papua Pegunungan dan Bali memiliki TPT terendah dari keseluruhan provinsi. Bagaimana Papua Pegunungan memiliki TPT yang paling rendah dari seluruh Indonesia? Jika dilihat sekilas, memang Papua Pegunungan memiliki TPT terendah se-Indonesia, namun apa benar kenyataannya seperti itu? Dilansir dari jubi.id, Fransiska menuturkan bahwa sekilas, memang Papua Pegunungan memang memiliki TPT yang rendah, namun pada kenyataannya orang-orang wilayah pegunungan mayoritas bekerja sebagai pekerja keluarga tak dibayar. Dalam ekonomi, pekerja semacam itu dikategorikan berproduktivitas rendah sehingga tidak memberikan output untuk kegiatan ekonomi. Jadi sebenarnya, persentase TPT yang rendah di Papua Pegunungan tidak serta-merta mengisyaratkan bahwa kondisi ketenagakerjaan sedang baik-baik saja disana. Solusinya tentu saja kembali kepada Gubernur dan Menteri Ketenagakerjaan, bagaimana caranya agar tidak hanya angka TPT yang turun, namun kesejahteraan masyarakat juga harus terjamin.

Sementara itu, bagaimana dengan Bali? Bagaimana angka TPT bisa rendah disana? Bali, sudah menjadi icon dari Indonesia di mata para turis. Tempat berkumpulnya wisata-wisata iconic mulai dari pantai, gunung, hingga budaya. Tercatat penumpang pesawat rute Internasional ada sebanyak 14,1 juta orang sepanjang tahun 2024, dari total penumpang keseluruhan 23,9 juta orang. Tujuan mereka ke Pulau Bali bermacam-macam, namun utamanya adalah untuk menghabiskan waktu berlibur. Otomatis, ekonomi ikut berputar, dan untungnya tenaga kerja terserap dengan baik sehingga tingkat pengangguran dapat ditekan tiap tahunnya. Bali adalah salah satu contoh nyata penanganan kasus pengangguran di Indonesia.

Berdasarkan beberapa provinsi di atas, dapat kita simpulkan bahwa masuknya TKA nyatanya tidak begitu berpengaruh pada perubahan angka TPT. Ada kemungkinan, tenaga kerja asing yang masuk di Indonesia memang benar-benar dibutuhkan untuk mengisi posisi tertentu. Lantas, bagaimana cara agar permasalahan pengangguran di Indonesia ini dapat ditekan? Jawaban yang tepat tentu saja ada di tangan pemegang kekuasaan seperti menteri ketenagakerjaan, pemerintah daerah, dan menteri pendidikan. Semua pemegang kekuasaan tersebut saling berhubungan satu sama lain. Karena nyatanya, di Indonesia masih banyak anak-anak usia sekolah yang seharusnya sekolah, tidak bisa mendapatkan haknya dengan benar, orang-orang dengan prestasi yang hebat pun kalah dengan orang yang ber-uang. Dan penyelesaian permasalahan pengangguran tidak harus seperti Bali yang mendirikan wisata seabrek, jika pada akhirnya berujung mangkrak. Karena pada dasarnya setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, yang bisa menghasilkan solusi yang berbeda-beda setiap daerahnya dalam menekan angka pengangguran. Sehingga kinerja pemerintah harus ditingkatkan lagi, demi kesejahteraan masyarakat, demi kesejahteraan Indonesia.

TKA Ramai Berdatangan, Benarkah Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top