Renewable Energy atau yang sering kita dengar dengan sebutan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mengalami peningkatan popularitas, baik di Indonesia maupun dalam skala internasional karena energinya yang bersih dan dikatakan murah oleh banyak orang. Namun, hingga kini realisasi bauran energi (energy mix) dari renewable energy cukup kecil (12%) dibanding energi dari fosil. Mengapa renewable energy tidak bisa menggantikan energi fosil?

Faktor Kapasitas

          Sebelum menarik kesimpulan lebih jauh, ada baiknya kita belajar dulu tentang Capacity Factor atau Faktor Kapasitas. Faktor kapasitas adalah rasio antara energi listrik yang dibangkitkan pada suatu waktu dibandingkan dengan jumlah maksimum energi listrik yang mungkin dibangkitkan pada waktu tersebut. Misal, suatu negara membutuhkan 1 GW per hari, maka negara itu membutuhkan 1×24 GWh per hari atau setara dengan 8760 GWh per tahun. Sayangnya, pembangkit listrik tidak akan mungkin membangkitkan energi listrik terus menerus sampai nilai tersebut, karena pasti ada saat-saat maintenance dan repair. Untuk pembangkit renewable seperti PLTS dan PLTB, energi yang terbangkitkan akan lebih kecil karena sumber energinya tidak tersedia 24 jam. Dapat disimpulkan untuk pembangkit renewable energy, Capacity Factor (CF)-nya akan jauh lebih kecil dibanding pembangkit fosil seperti PLTU. Sebagai perbandingan, Berikut adalah capacity factor dari beberapa sumber energi:

Oleh sebab itu, bila maksimum yang dibutuhkan negara tersebut adalah 8760 GWh, pembangkit renewable energy hanya menyumbang sedikit. 

Harga

       Dalam pengoperasiannya, pembangkit yang bersumber dari renewable energy harus didahulukan operasinya karena sumber energinya hanya ada pada saat-saat tertentu. Hal ini menyebabkan pembangkit lain harus beroperasi dengan daya yang naik dan turun karena tergantikan oleh pembangkit renewable energy pada saat tertentu tersebut. Pengoperasian pembangkit lain dengan daya naik dan turun mempengaruhi umur generatornya. Oleh karena itu, biasanya pembangkit tersebut meminta bayaran lebih tinggi bila dioperasikan seperti itu. Sehingga, meskipun dari tahun ke tahun pembangkit renewable energy semakin murah, namun pembangkit lain menjadi semakin mahal karena pengaruh pola pengoperasiannya. 

Michael Shellenberger, jurnalis terkenal The New York Times, Washington Post, Wall Street Journal, dan Scientific American, membandingkan harga listrik di beberapa negara sebagai pengaruh dari bauran energi. Hasilnya pada negara yang menggunakan banyak renewable energy seperti Jerman, harga listriknya naik 2x lipat karena investasi yang besar terhadap energi tersebut. Berbeda dengan beberapa negara lain seperti Perancis, harga listrik cukup stabil karena mengandalkan energi lain yang sama bersihnya yaitu nuklir.

Dengan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa memang secara natural renewable energy tidak bisa menggantikan energi dari fosil. Harus disadari bahwa renewable energy punya batas potensi yang tidak bisa dihilangkan. Tidak heran, bahkan banyak perusahaan minyak dan gas seperti Total, BP, Chevron, dan lain-lain yang juga membuat kampanye renewable energy, karena memang sampai saat ini energi fosil masih tak tergantikan.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *