
Kenaikan harga sembako yang kian hari semakin meningkat menjadi salah satu permasalahan yang tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Selain minyak goreng, harga dari sejumlah bahan pangan seperti cabai, bawang merah, bawang putih, telur, dan daging ayam pun kian melonjak. Hal ini tentunya terjadi karena berbagai faktor.
Seperti diungkapkan oleh Raka, salah satu pemilik toko sembako di Jalan Gebang Lor, Gebang Putih, Sukolilo, Kota Surabaya pada Rabu (22/6/2022), Ia mengatakan, “Faktor yang paling berpengaruh untuk kenaikan harga sembako itu berawal dari petaninya. Misalnya musim hujan banyak tanaman yang rusak, itu bisa faktor pemicu kenaikan harga. Contohnya cabe gitu semakin harganya naik barangnya malah jelek-jelek karena musimnya. Beras juga gitu tergantung petaninya.”
Raka telah membuka toko sembako sejak tahun 1988, dan selama ia membuka toko sembako, mendengar adanya kenaikan harga sembako membuat Raka sangat senang. Sebab saat harga barang murah, Ibu dari Raka membeli banyak barang yang bisa dijadikan sebagai persediaan. Namun, ketika harga sembako melunjak, Raka akan menjual sembakonya dengan harga yang lebih rendah dari di pasaran namun ia tetap akan mendapatkan keuntungan. Hal tersebut merupakan strategi marketing dari Raka, sehingga para konsumen atau pelanggan berbondong-bondong membeli sembako di tokonya.
“Kalau rugi jarang, kalau minyak nggak pernah rugi karena kebutuhan pokok. Kalau untung pun sedikit, kisaran Rp5000,00 sampai Rp6000,00 gitu per liter minyak.” tambah Raka mengenai keuntungan maupun kerugian yang ia dapat saat harga sembako meningkat.
Kenaikan harga sembako tidak banyak berpengaruh pada keuntungan dan kerugian yang diperoleh para pedagang. Namun perlu diperhatikan terkait strategi marketing yang tepat untuk meminimalisir terjadinya kerugian selama berjualan sembako, karena penjualannya yang tiba-tiba mengalami kenaikan maupun penurunan.
“Untuk rugi mungkin pernah, ruginya itu karena faktor kerusakan dari sayuran.” imbuh Raka. Hal tersebut dapat menjadi inspirasi bagi para penjual sembako khususnya minyak. Namun dewasa ini, kelangkaan minyak goreng pernah terjadi pada tempo lalu yang dikarenakan kenaikan dalam harga minyak nabati yang biasa disebut Crude Palm Oil (CPO). Maka dari itu, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam penggunaan minyak goreng. Terutama untuk masyarakat Indonesia yang dominan menyukai gorengan.
“Kalau menurut saya minyak goreng penting banget, karena tidak semua orang suka makanan rebus mayoritas makanan favorit orang-orang ‘kan gorengan. Kalau tidak gorengan ya ga afdhol.” pungkas Raka.
Penulis :
Kelompok 2 KPP BMS
- Nandini Eka P. A.
- Devika Nurlaela Septiana
- Nabielah Salwa Zanjabiela
- Mohamad Subehan Adi Surya
- Sasanti Bhekti Purwasih
- Ayuni Nadila Pratiwi
- Hikmal Akbar Hidayat
- Marsyada Maghfirotul Wafiroh
- Dean Yeremia
Sumber :
Wawancara narasumber secara langsung